Bambang Aswatama adalah putra Dewi Wilutama yang terkutuk menjadi kuda sembrani. Ia terkenalnya adalah putra Resi Druna dan sejak bayi diasuh oleh Dewi Krepini putri Prabu Purunggaji raja negeri Timpuru.
Riwayat Aswatama diceritakan sebagai berikut: Konon Dewi Wilutama berselingkuh dengan Batara Wrahaspati, karena Wilutama hamil maka aib mereka terbongkar.
Batara Guru sangat marah melihat perselingkuhan Wilutama dengan Wrahaspati tersebut, akhirnya Wilutama dikutuk menjadi kuda sembrani dan diusir dari Kawidodaren.
Kuda sembrani betina yang dalam keadaan mengandung itu akan kembali (ruwat) menjadi bidadari lagi jika telah menolong seseorang yang kesulitan. Akhirnya kuda itu bertemu dengan Bambang Kumbayana, putra Resi Baratmadya dari padepokan Harga Jembangan, termasuk jazirah Atasangin.
Baca juga: Kartamarma, Kesatriya Kurawa Sang Pengecut
Saat itu Kumbayana bermaksud mencari saudara sepupunya yaitu Arya Sucitra ke Jawa, namun perjalanan Kumbayana terhalang oleh samudera.
Karena ia merasa kesulitan untuk menyeberanginya, is bersumpah kepada semesta bahwa siapa saja yang dapat menyeberangkan dia, jika dia laki-laki akan dianggap sebagai saudara sekandung, dan jika wanita akan dijadikan isteri.
Sayangnya, sumpah tersebut tidak menyebutkan itu bangsa manusia atau bukan. Secara kebetulan Dewi Wilutama mendengar sumpah tersebut. Singkat cerita Druna atau nama mudanya Kumbayana diseberangkan oleh kuda sembrani hingga diseberang lautan.
Ketika kuda mendarat bersama Kumbayana turun dari punggung kuda tersebut, kuda yang sebenarnya kejadian Dewi Wilutama itu melahirkan bayi laki-laki kemudian diserahkan kepada Kumbayana.
Kuda sembrani kembali menjadi bidadari Wilutama dan langsung terbang ke kahyangan. Kumbayana yang masih remaja itu terpaksa harus mengasuh bayi yang olehnya dinamakan Bambang Aswatama.
Bambang Kumbayana bersahabat dengan Resi Krepa, putra Prabu Purunggaji raja negara Timpuru. Oleh Resi Krepa, Kumbayana dijodohkan dengan adiknya yang bernama Dewi Krepini.
Sejak itu Bambang Aswatama diasuh oleh Dewi Krepini di Timpuru. Bambang Kumbayana melanjutkan perjalanannya menuju negara Pancala.
Karena kesombongan dan tak tahu sopan santun, Kumbayana atau Durna yang ingin menghadap Arya Sucitra yang kala itu telah menjadi raja Pancala bergelar Prabu Drupada, ditolak oleh Raden Gandamana, ipar Prabu Drupada.
Karena terus menghujat, Gandamana menjadi sangat marah, Druna dihajar habis-habisan sehingga mengalami cacat tubuh. Wajahnya yang semula tampan menjadi buruk rupa.
Baca juga: Durmagati, Kesatriya Kurawa yang mati sia-sia
Ketika Druna diangkat Resi Bisma menjadi gurunya Kurawa dan Pandawa, Bambang Aswatama yang berada di Timpuru kemudian dijemput. Dewi Krepini diajak serta menuju padepokan Sokalima. Bambang Aswatama juga diangkat menjadi kerabat Kurawa oleh Prabu Duryudana dan diberi tanah perdikan di wilayah Bedanyangan.
Didalam perang Bharatayuda lakon Karna Tanding, Aswatama menjadi panongsong senopati Basukarna, sehingga ia tahu bahwa terbunuhnya Basukarna karena ulah Prabu Salya sang kusir kereta kuda yang sengaja menggoyangkan kereta perang.
Namun tuduhan itu ditepis oleh Prabu Salya bahkan akhirnya terjadi perang mulut di persidangan Bulukapitu (Bulu Pitu). Karena merasa tidak mempunyai pembela, maka Aswatama melarikan diri.
Pada waktu Bharatayuda hampir selesai, Aswatama menculik Dewi Banowati, permaisuri Prabu Duryudana, tetapi Dewi Banowati tidak bersedia diperistri Aswatama. Ia dapat meloloskan diri dan berlindung kepada Arjuna.
Ketika mendengar berita bahwa Dewi Utari melahirkan bayi di istana Astina, Aswatama ingin melampiaskan dendamnya kepada Pandawa yang sekaligus ingin membunuh Parikesit, cucu Arjuna. Ketika itu di temani oleh Kartamarma yang masih hidup setelah Perang Baratayuda.
Ia kemudian membuat terowongan menuju istana, ini diceritakan dalam lakon Aswatama Nglandak. Setelah berhasil masuk lewat terowongan buatannya sendiri itu, Aswatama menemukan kamar Drestajumena.
Melihat Drestajumena sedang tidur, hati Aswatama membara, karena teringat gugurnya Resi Druna yang dipenggal kepalanya oleh Drestajumena. Ia kemudian masuk dan membunuh Drestajumena. Selanjutnya Aswatama menghabisi Pancawala, Srikandi, Wara Subadra dan Banowati.
Sesudah membunuh korban-korbannya, Aswatama menyelinap masuk ke bilik di mana bayi Parikesit ditidurkan. Namun kedatangannya mengejutkan sang bayi. Sehingga Parikesit menangis dan meronta. Kaki Parikesit menendang keris Pulanggeni sehingga keris itu melesat mengenai dada Aswatama.
Aswatama mengaduh kesakitan sambil berusaha melarikan diri, namun ia keburu ketahuan Arya Sena dan kepala Aswatama dihantam gada Rujakpolo. Tewaslah Bambang Aswatama.